Sejarah Kota Depok: Dari Tanah Partikulir Cornelis Chastelein hingga Kota Otonom
![]() |
Rumah Depok: Bicara tentang Depok, sebagian orang mungkin langsung teringat dengan hiruk pikuk jalan Margonda, kampus Universitas Indonesia, atau perumahan-perumahan baru yang terus bermunculan. Tapi tahukah kamu, sebelum menjadi kota modern seperti sekarang, Depok punya sejarah panjang yang menarik — dimulai dari masa kolonial Belanda hingga akhirnya berdiri sebagai kota otonom yang berkembang pesat di pinggiran Jakarta.
Pada akhir abad ke-17, wilayah yang kini dikenal sebagai Depok merupakan tanah partikulir milik seorang Belanda bernama Cornelis Chastelein. Ia membeli sebidang tanah luas dari VOC dan menjadikannya kawasan perkebunan. Namun, yang membuat Chastelein berbeda adalah langkah humanisnya: ia membebaskan budak-budaknya dan memberikan mereka tanah untuk dikelola secara mandiri. Dari sinilah muncul sekelompok masyarakat yang disebut “Kaum Depok”.
Istilah “Depok” sendiri konon berasal dari singkatan Belanda De Eerste Protestantsche Organisatie van Christenen, yang berarti “Organisasi Kristen Protestan Pertama”. Namun, ada juga versi lokal yang menyebut bahwa kata Depok berasal dari bahasa Sunda “padepokan”, yang berarti tempat belajar atau tempat tinggal. Apapun asal katanya, Depok tumbuh sebagai daerah dengan identitas sosial dan budaya yang unik — campuran antara lokal dan kolonial.
Seiring berjalannya waktu, Depok berkembang menjadi kawasan penting di antara Bogor dan Batavia. Setelah kemerdekaan, Depok menjadi bagian dari Kabupaten Bogor. Namun, pertumbuhan penduduk yang pesat akibat urbanisasi membuat Depok semakin menonjol. Banyak warga Jakarta yang mencari hunian lebih tenang di pinggiran, dan Depok menjadi pilihan ideal karena lokasinya strategis serta memiliki akses transportasi yang mudah.
Pada tahun 1982, wilayah Depok resmi ditetapkan sebagai Kota Administratif Depok melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1982. Status ini membuat Depok memiliki pemerintahan sendiri di bawah Kabupaten Bogor, tetapi dengan kewenangan terbatas. Barulah pada tanggal 27 April 1999, melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999, Depok resmi menjadi Kota Otonom yang berdiri sendiri dengan sembilan kecamatan di dalamnya.
Sejak saat itu, Depok tumbuh pesat menjadi salah satu kota satelit terpenting di Jabodetabek. Infrastruktur berkembang cepat: jalan tol, transportasi massal seperti KRL dan bus, hingga pusat perbelanjaan dan kawasan bisnis modern. Namun di sisi lain, peningkatan penduduk yang cepat juga menimbulkan tantangan baru — mulai dari kemacetan, pengelolaan sampah, hingga kebutuhan ruang hijau yang semakin mendesak.
Pemerintah Kota Depok kini berupaya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian. Beberapa program seperti revitalisasi situ-situ alami, pembangunan jalur pedestrian, dan digitalisasi layanan publik mulai digalakkan. Depok ingin dikenal bukan hanya sebagai kota penyangga Jakarta, tetapi juga sebagai kota yang mandiri, hijau, dan ramah keluarga.
Bagi banyak orang, Depok kini bukan sekadar tempat persinggahan. Kota ini sudah menjadi rumah bagi generasi baru — para profesional muda, mahasiswa, dan keluarga yang mencari hunian dengan harga terjangkau namun tetap dekat dengan pusat aktivitas. Dengan sejarah panjang dan semangat warganya yang dinamis, Depok terus melangkah maju menjadi kota yang hidup, tumbuh, dan membanggakan.
Itulah sekelumit kisah perjalanan Depok dari tanah partikulir menjadi kota modern yang terus bertransformasi. Sejarah ini menjadi bukti bahwa pertumbuhan sebuah kota tidak hanya ditentukan oleh pembangunan fisik, tapi juga oleh jiwa masyarakat yang mencintainya.
Dan kalau kamu sedang mencari tempat tinggal di kota dengan sejarah dan karakter sekuat ini, mungkin sudah saatnya melirik hunian di kawasan Depok. Di sinilah Rumah Depok hadir, membantu kamu menemukan hunian ideal yang selaras dengan gaya hidup urban dan nilai-nilai lokal yang hangat.